Bahasa Sebagai Kekuatan dan Momentum Mei

BULAN Mei merupakan bulan identitas bangsa ini (Indonesia). Tanggal 2 Mei merupakan Hari Pendidikan Nasional, sedangkan tanggal 20 Mei Hari Kabangkitan Nasional.

Selain itu, pada bulan Mei pula timbul hari-hari penting, sebagai proses membangun jari diri bangsa, seperti Hari Buruh yang jatuh 1 Mei, wafatnya pejuang buruh, Marsinah, pada 9 Mei, dan hari buku nasional pada tanggal 21 Mei. Bahkan tanggal 21 Mei juga menjadi proses awal negara ini menuju sistem demokrasi, setelah kekuasaan otoritarian Orde Baru tumbang.

Momentum bulan Mei tidak terlepas dari proses. Proses tersebut menginginkan sebuah negara yang berdiri dengan jati diri bangsa dan secara sosial menuju ke tahap yang lebih sejahtera.

Namun, negara ini masih terlupakan dengan identitas diri, sebuah identitas yang terlahir dari bahasa. Meskipun bulan bahasa nasional telah ditetapkan pada Oktober, negara ini tidak mengistimewakan bahasa. Maka, bulan yang penuh sejarah ini akan terancam punah, dan hanya menjadi bulan yang sekadar seremoni.

Dapat dikatakan Kebangkitan Nasional tidak tercapai hakikatnya ketika identitas diri bangsa perlahan musnah. Tidak akan bisa suatu keinginan tercapai bila tidak menghadirkan kekuatan bahasa. Dengan hilangnya identitas secara bahasa, akan hilang pula suatu proses yang berarti dari sejarah-sejarah tersebut di bulan Mei.

Pada Hari Pendidikan Nasional kemarin, Indonesia telah menghadirkan beberapa bentuk penghancuran identitas di dalamnya. Misalnya soal pendidikan yang mengejar basis IT internasional, sekolah-sekolah mengikuti taraf internasional, sertifikasi ISO, wordclass university, bahkan kehadiran undang-undang badan hukum pendidikan. Itu semua menjadi sesuatu yang urgent terhadap kehancuran identitas dalam dunia pendidikan.

Berbagai proses dilakukan di dunia pendidikan telah mengabaikan bahasa lokal, secara tidak sadar telah merekonstruksi masyarakat terdidik untuk berorientasi menuju bahasa yang sesuai dengan hal-hal tersebut. Kehancuran ini dikarenakan institusi pendidikan dalam negeri harus mengikuti asesor. Buku-buku pendidikan pun akan didominasi oleh bahasa-bahasa asing. Sangat diperlukan "kontemplasi" oleh dunia perbukuan nasional pada Hari Buku Nasional bulan ini.

Lalu, muncul sebuah permasalahan besar dalam negeri ini ketika memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Sejak dinyatakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 bahwa orang miskin sebanyak 40 juta jiwa, di tahun 2009 ini akan lebih banyak lagi kemiskinan akibat krisis global. Dampaknya sudah terasa pada kasus-kasus PHK buruh-buruh pabrik. Dalam hal ini, suatu proses menuju kebangkitan bangsa akan semakin jauh. Kesejahteraan sosial tak dapat dilakukan secara merata dalam mencapai kebangkitan nasional seutuhnya.

Otoritas negara dalam kekuatan politik ekonomi internasional pun semakin lemah, akibat dari manuver-manuver intenasional yang masuk ke Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan eksplorasi alam dan budaya secara besar-besaran. Dalam hal ini, kebudayaan leluhur akan semakin terdiskriminasi di sisi sosial sebab masyarakat lebih mengutamakan kehidupan diri.

Selain kedua hal di atas, bulan Mei juga dikenal dengan bulan "perlawanan". Pada bulan Mei pula kekuatan rezim otoritarian runtuh, dengan lengsernya Soeharto dari kursi presiden, 21 Mei 1998. Dikuatkan pula sebagai bulan "perlawanan" akibat meninggalnya Marsinah, seorang buruh pabrik sepatu yang berjuang mendapatkan hak-haknya.

Menyangkut bulan pergerakan, sudah saatnya momentum tahun 2009 pada bulan Mei menjadi sebuah momentum perenungan identitas diri atau jati diri bangsa ini. Kekuatan lokalitas merupakan kekuatan nation demi mencapai kesejahteraan bersama. Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keberadaan suku bangsa dan ras yang berbeda, maka kekuatan lokalitas merupakan modalitas sebagai pembangunan kesejahteraan dan identitas diri.

Satu kekuatan bersama dalam membangun tahap identitas bangsa yang kuat adalah melalui bahasa nasional. Bahasa nasional yang telah dirasuki kebudayaan asing dan terus diabaikan akan membuat peradaban serta kekuatan negara dalam identitas akan segera musnah dalam kurun waktu yang tidak lama.

Adanya kekuatan bahasa menjadikan defensif awal terhadap serangan dari luar yang mulai menggerogoti kebudayaan Indonesia. Membangun kekuatan bahasa berarti membangun pertahanan awal dalam mencapai taraf kesejahteraan nasional, segala aspek pun tidak dapat terhindarkan. Aspek pendidikan nasional yang mulai dimasuki oleh korporasi internasional dengan pengesahan BHP, serta kekuatan arus globalisasi yang mengakibatkan krisis ekonomi terhadap perekonomian Indonesia, bahkan dengan adanya sikap "penghancuran bahasa" dari luar akan berdampak terhadap integritas bangsa.

Segalanya sangat bergantung pada kekuatan berbahasa, sebab bahasa merupakan satu-satunya makhluk hidup yang dapat mencerna dan menyatakan keberadaannya. Begitu pula halnya dengan kesejahteraan yang menuju identitas bangsa. (*)

20 Mei 2009

0 comments:

Post a Comment